Looking For Anything Specific?

Pertengkaran di dalam Rumah Tangga itu Biasa, Asalkan ...



Sudah berapa lama kamu berumah tangga? 

Apa? Belum menikah?

Maaf, maaf, sepertinya kamu salah baca artikel, ini artikel untuk orang yang sudah berkeluarga, bukan buat single - single ngebet ke KUA. Ups!

Nggak, kok. Tenang, kamu yang belum menikah apalagi yang sudah berumah tangga boleh baca tulisan ini. Toh, yang masih single pun nanti juga bakal nyusulin kita-kita perumah tangga senior ini, makanya sah-sah saja jika ingin cari-cari ilmu sebelum memantapkan diri menerima khitbah dan melangsungkan akad nikah. 

Lanjuut, gaskeun ...

Jadi beberapa waktu lalu saya dan suami tercinta sedang dimabuk gejolak amarah, bukan lagi dimabuk cinta. Makanya suasana terasa panas, gerah dan bawaannya jadi nggak pengen bercinta, tapi ingin pisah. 

"Aku ... Tak ingin lagi denganmu!"

Pertengkaran kali ini sedikit lebih dahsyat dari yang sebelum-sebelumnya selama hampir tiga tahun kami menikah. Kalau biasanya cekcok dikit, diam, habis itu ketemu, senggol dikit, langsung sayangan lagi. Tapi kali ini beda. 

Kami bahkan susah untuk bertemu membicarakan apa yang terjadi. Semua terjadi begitu saja dalam hubungan jarak jauh yang benar-benar menyiksa. Hauf, kalau diceritakan mah, panjang kali lebar kali tinggi dan saya pun malas menceritakan.

Namun yang pasti, tersulut benci dan dendam diantara kami. Kalau sinetron judulnya "Benci jadi Cinta", kisah kami kali ini bertajuk benci saat lagi cinta-cintanya. 

Tapi yah, namanya juga rumah tangga. Kalau nggak ada masalah, tapi adanya rendang, babat, gulai tunjang dan asam padeh, itu namanya rumah makan Padang. 

Saya berusaha berdamai dengan keadaan. Saya menyadari bahwa bagaimanapun, pernikahan ini penting dan tidak boleh disia-siakan begitu saja. Akhirnya saya berusaha menemui suami, dan kami berhasil dipertemukan di waktu matahati sepenggalah naik. 

Setelah bertemu, melihat wajahnya dan menatap rambut yang menghiasi kakinya karena waktu itu dia pake celana pendek, semua rasa rindu, sayang, cinta, menguar indah dari kalbu. Hingga menciptakan getar-getar syahdu yang membuncah sampai ke sel-sel tubuh terkecil. Maklum, sudah hampir sebulan lamanya kami tak jumpa dan komunikasi juga rusak karena masalah keparat itu. 

Kemudian kami saling bicara, mengobrol dari hati ke hati dengan perasaan dan pikiran tenang. Hingga kemudian semua salah paham menjadi salah banget kami begitu mudahnya terpecah. Hingga kemudian semua keraguan dan kekecewaan dalam diri ini berubah menjadi sekepal rasa bersalah. 

Tidak ada lagi amarah dan kebencian, yang ada hanya rasa ingin memeluk, rasa ingin menebus kerinduan dan rasa sayang yang cukup lama terjeda tanpa celah untuk melampiaskannya. 

Dan inilah waktunya. 

Begitulah yang namanya masalah dalam rumah tangga. Berdasarkan pengalaman saya yang usia pernikahan masih seumur jagung, bermasalah dalam rumah tangga itu biasa. Asalkan kedua pihak, baik suami maupun istri, tidak menyerah dalam mempertahankan pernikahannya. Cobalah berkomunikasi, bicarakan titik permasalahan yang terjadi. Jangan kemudian lari dari masalah dan kemudian diam. Okelah kalau diamnya uzlah ke gua Hiro', menyendiri dan mencari hidayah di kesunyian. Kalau diamnya diam-diam mencari perhatian orang lain, atau diam-diam mengurus gugatan ke pengadilan agama, kan kacau!

Tidak selalu permasalahan rumah tangga melulu harus diselesaikan dengan gugatan. Cukup dengan saling bicara, terbuka saat suasana hati masing-masing telah tenang. Jika sudah begini, alih-alih kepikiran untuk berpisah, yang ada malah suami-istri jadi makin saling memahami, menyadari kesalahan dan saling belajar introspeksi diri. 

Bahkan bisa jadi malah seperti yang saya alami sekarang. Setelah berbaikan sama suami, saya seperti merasa kembali puber, kembali kasmaran. Rasa sayang meningkat sekian kali lipat karena ketika bermasalah kemaren, saya sempat merasakan betapa takutnya kehilangan. Betapa takutnya jika sampai pernikahan kami berakhir. 

Makanya saat ini saya belajar menjaga apa yang sudah kembali membaik agar tidak rusak kembali. Saya tertantang untuk membuktikan betapa sayangnya saya sama suami. Betapa berharganya ia dan betapa takutnya kehilangan dia. 

Tanpa disadari, memang kadang masalah dalam rumah tangga, pertengkaran, menyimpan hikmahnya tersendiri. Jika ada yang bilang jika sudah bermasalah sekali, ujung-ujungnya nanti akan keterusan, akan datang berbagai masalah di kemudian hari. 

Tidak juga. 

Yang penting kita bisa belajar, mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Berusaha mencari jalan agar keutuhan tetap terjaga. Yang paling penting, jangan sampai tercipta jarak saat terjadi masalah atau cekcok. Jangan sampai masalah yang ada di bawa ke luar rumah. Selesaikan di dalam rumah, khususnya dalam kamar. Bicarakan, lakukan pillow talk. 

Alih-alih menjadikan masalah sebagai acuan bahwa masalah dalam rumah tangga ibarat kertas yang diremas, yang tidak bisa rapi dan bersih seperti semula, tetap meninggalkan bekas meski sudah dirapikan, alangkah lebih baik jika masalah itu dijadikan pembelajaran untuk kita lebih memahami pasangan. Jadikan sebagai ujian yang kalau bisa dilewati nanti kita bisa naik tingkat. 

Bahkan tidak jarang, setelah terjadi masalah dalam rumah tangga, malah hubungan suami-istri jadi makin lengket. Makin mesra dan lebih hangat. 

So, jangan putus asa dan menyerah terhadap masalah rumah tangga. Karena permasalahan dalam rumah tangga itu biasa asalkan kita tahu bagaimana cara terbaik menyikapinya.  

Post a Comment

0 Comments